Pusat Pelatihan Bisnis/Action Coach 07-08-2012
Berbagai
sarana dan cara untuk menjalin komunikasi bisa dilakukan. Misalnya
dengan souvenir. Souvenir bisa menjadi sarana komunikasi dengan target
selalu mengingatkan seseorang tentang sebuah peristiwa yang melibatkan
souvenir. Karena Souvenir selalu sangat mudah terlihat, maka dengan
sendiri si penglihat juga akan ingat pada peristiwa atau lokasi asal
souvenir tersebut.
Selama ini, Sovenir, cendera mata, buah tangan, tanda mata, atau kenang-kenangan, juga jadi bagian penting dunia pariwisata. Di kota-kota di Indonesia, buah tangan itu dijual lokal, hanya di tempat-tempat tertentu atau pada kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam rangkaian upaya menjadikan setiap kota sebagai destinasi wisata, maka setiap daerah, termasuk ibu kota harus memenuhi tiga syarat. Yaitu bahwa daerah terkait harus memiliki “sesuatu untuk dilihat”. Artinya, harus ada obyek dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki daerah lain. Suatu daerah harus mempunyai daya tarik khusus dan atraksi wisata sebagai entertainment.
Tiap daerah juga harus memiliki “sesuatu untuk dilakukan”. Harus ada fasilitas rekreasi dan hiburan yang membuat turis betah. Kemudian setiap daerah harus menyediakan “sesuatu untuk dibeli”, artinya tentu tersedianya fasilitas belanja, khususnya barang-barang sovenir khas daerah serta kerajinan rakyat setempat sebagai oleh-oleh, kenang-kenangan, atau buah tangan. Demikian syarat itu disebutkan Oka A Yoeti dalam “Pengantar Ilmu Pariwisata”.
Cendera mata biasanya dijadikan bukti atau kenangan atas kunjungan ke suatu tempat, kota, negara. Sovenir ini tentu punya syarat tertentu agar tak hanya memenuhi fungsi sebagai kenang-kenangan tapi juga alat promosi. Biasanya, cendera mata itu digerakkan oleh perajin tradisional dan industri kecil di daerah tertentu dan mestinya barang yang dijual tak seragam.
Sebuah sovenir tentu harus mempunyai ciri khas, bernilai seni, berkualitas baik, dibikin sedemikian rupa hingga menarik wisatawan untuk membeli. Sovenir lebih baik mengambil bentuk yang mudah dibawa dan satu hal yang juga penting adalah, harga yang terjangkau. Perajin dituntut mengasah diri agar menghasilkan sovenir yang tak biasa-biasa saja. Pada akhirnya perajin setempat tak hanya akan merasakan “kue” pariwisata tapi juga membaginya dengan membuka peluang kerja.
Sebagai produk wisata dan produk kerajinan, bentuk sovenir tentulah beragam. Tergantung kreativitas perajin. Dalam “Aneka Wisata”, disebutkan, sebagai salah satu komponen produk wisata, sovenir dituntut menampilkan identitas agar menumbuhkan citra tertentu. Untuk itu perlu pemahaman atas lingkungan dan obyek wisata tertentu. Khususnya jika pencantuman nama digunakan untuk melengkapi “gambaran” tentang sebuah obyek.

Selama ini, Sovenir, cendera mata, buah tangan, tanda mata, atau kenang-kenangan, juga jadi bagian penting dunia pariwisata. Di kota-kota di Indonesia, buah tangan itu dijual lokal, hanya di tempat-tempat tertentu atau pada kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam rangkaian upaya menjadikan setiap kota sebagai destinasi wisata, maka setiap daerah, termasuk ibu kota harus memenuhi tiga syarat. Yaitu bahwa daerah terkait harus memiliki “sesuatu untuk dilihat”. Artinya, harus ada obyek dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki daerah lain. Suatu daerah harus mempunyai daya tarik khusus dan atraksi wisata sebagai entertainment.
Tiap daerah juga harus memiliki “sesuatu untuk dilakukan”. Harus ada fasilitas rekreasi dan hiburan yang membuat turis betah. Kemudian setiap daerah harus menyediakan “sesuatu untuk dibeli”, artinya tentu tersedianya fasilitas belanja, khususnya barang-barang sovenir khas daerah serta kerajinan rakyat setempat sebagai oleh-oleh, kenang-kenangan, atau buah tangan. Demikian syarat itu disebutkan Oka A Yoeti dalam “Pengantar Ilmu Pariwisata”.
Cendera mata biasanya dijadikan bukti atau kenangan atas kunjungan ke suatu tempat, kota, negara. Sovenir ini tentu punya syarat tertentu agar tak hanya memenuhi fungsi sebagai kenang-kenangan tapi juga alat promosi. Biasanya, cendera mata itu digerakkan oleh perajin tradisional dan industri kecil di daerah tertentu dan mestinya barang yang dijual tak seragam.
Sebuah sovenir tentu harus mempunyai ciri khas, bernilai seni, berkualitas baik, dibikin sedemikian rupa hingga menarik wisatawan untuk membeli. Sovenir lebih baik mengambil bentuk yang mudah dibawa dan satu hal yang juga penting adalah, harga yang terjangkau. Perajin dituntut mengasah diri agar menghasilkan sovenir yang tak biasa-biasa saja. Pada akhirnya perajin setempat tak hanya akan merasakan “kue” pariwisata tapi juga membaginya dengan membuka peluang kerja.
Sebagai produk wisata dan produk kerajinan, bentuk sovenir tentulah beragam. Tergantung kreativitas perajin. Dalam “Aneka Wisata”, disebutkan, sebagai salah satu komponen produk wisata, sovenir dituntut menampilkan identitas agar menumbuhkan citra tertentu. Untuk itu perlu pemahaman atas lingkungan dan obyek wisata tertentu. Khususnya jika pencantuman nama digunakan untuk melengkapi “gambaran” tentang sebuah obyek.
(Business Relation Action Coach AGung Kurniawan//fluxionjunction.multiply.com
0 komentar:
Posting Komentar