Pusat Pelatihan Bisnis/Action Coach 06-07-2012
Ketika suatu siang sesudah dhuhur kami
berada di lantai 2 perusahaan tempat kami bekerja, terdengar sayup-sayup
suara anak-anak berhitung.... hana, doel, set, net, tasot, yosot dst...
kalau dalam bahasa Indonesia artinya... satu, dua, tiga, empat lima
dst.
Aku sempatkan melihat keluar lewat jendela untuk mengetahui
sedang apakah anak-anak itu. Ternyata ada beberapa anak-anak laki-laki
dan perempuan sedang bermain pate lele. Aku tertawa geli. Ternyata
pendapatku selama ini salah. Aku pikir permainan pate lele, gobak sodor
itu hanya dimiliki bangsa Indonesia saja, khususnya Jawa. Tapi ternyata
pendapatku keliru. Di Korea Selatan ini, anak-anak juga memainkan
permainan pate lele. Hanya hitunganya yang tentu saja menggunakan
bahasa Korea Selatan. Beberapa waktu kemudian, aq juga menemukan fakta,
ternyata anak-anak Korea Selatan juga memainkan Gobak Sodor. Yang lebih
menggelikan lagi... ini bukan di desa di pelosok Korea Selatan tapi di
kota.
Nampaknya kita harus berpikir luas, bahwa budaya-budaya
tradisional itu memang universal. Dan bisa jadi dimana-mana di belahan
dunia yang lain juga ada pate lele dan gobak sodor.
Dari
peristiwa ini memang agak menggelikan, bayangkan saja.. Korea Selatan
yang pasti lebih maju daripada Indonesia. Internet sudah menjadi barang
murah. Anak-anak kecil sudah pada pandai memainkan keyboard computer.
Tapi ternyata diantara anak-anak itu juga masih semangat memainkan pate
lele dan gobak sodor. Sedangkan di tempat kita, permaianan tradisional
itu sudah tidak dikenal lagi oleh anak-anak kita.
Permainan
pate lele dan gobak sodor adalah permaianan yang mengandung unsur seni
dan sportifitas. Dengan demikian bisa mendidik mental anak-anak untuk
bersikap saling menghargai lawan, kalau memang menang. Dan juga
bernuansa seni, karena butuh ketrampilan seni untuk memainkan pate lele
secara indah dan berkualitas. Contohnya, sebelum dipkul jauh-jauh ke
depan, kayu pendek pate lele bisa dimainkan beberapa kali di udara
dengan pukulan-pukulan ringan. Tentu ini melatih mental anak-anak untuk
mengolah rasa dan seni. Olah rasa dan seni inilah yang bisa menimbulkan
rasa humanisme di anak-anak.
0 komentar:
Posting Komentar